Mind Setting, GNU dan Creative Commons

Baru-baru ini seorang teman dari sebuah lembaga konsultan minta pendapat saya soal mind setting. Pasalnya lembaganya mendapat surat bernada teguran dari lembaga konsultan lain karena menggunakan kata "Mind Setting" dalam proposal pelatihan mind setting (ini sesuai yang diminta oleh klien, dan memenangkan 'proyek' pelatihan itu) dengan alasan Mind Setting adalah merek mereka yang sudah dipatentkan.
Setelah melihat dan mengamati berkas-berkas dari kantor patent yang disertakan dalam surat teguran itu, saya tersenyum kecut, bukan hanya karena yang namanya merek itu sekadar sebuah bentuk tulisan Mind Setting dengan font huruf yang umum dipakai (arial, georgia dsb) serta warna yang hanya hitam putih, tetapi lebih kepada pola pikir yang ironis dengan apa yang mereka patenkan dan ajarkan dalam pelatihan Mind setting mereka.

Ini baru soal istilah dalam judul pelatihan yang menggunakan kata mind setting, belum lagi soal isi pelatihan yang bisa sangat bervariasi dan tak akan persis sama!

Mari kita renungkan filosofi yang melatarbelakangi soal property right atau hak kekayaan intelektual. Kenapa itu ada dan bagaimana perkembangannya.

Milik Umum Kok Dipatenkan?

Patent adalah upaya untuk melindungi jerih payah seseorang dalam menciptakan sesuatu yang baru, yang belum ada sebelumnya dan unik, sehingga tidak boleh sembarangan dipakai secara umum tanpa seijin pemiliknya. Jadi, "barang" itu adalah milik pribadi bukan milik umum.

Nah, dalam kasus mind setting tadi yang hanya berupa tulisan Mind Setting tanpa sesuatu yang istimewa (bentuk, warna dsb) kejadiannya  menjadi terbalik. Kata mind setting adalah kosa kata yang ada dalam bahasa Inggris, yang umum dipakai orang yang berbahasa Inggris untuk menggambarkan pengertian yang berkisar tentang penyusunan (kembali) pola pikir. Karena itu adalah bahasa, dan bahasa itu milik umum, maka tidak ada seorangpun yang boleh melarang orang lain menggunakannya, dan tidak perlu juga minta ijin. Negara Inggris yang punya bahasa saja tidak menuntut kok. 

Artinya, tidak boleh ada orang lain yang mengambilnya dari milik umum menjadi milik pribadinya. Dalam kasus diatas justru lembaga konsultan tersebut yang mempatentkan kata mind setting itu telah "MENCURI" milik umum dan seharusnyalah publik semestinya bisa menuntut "pencurian" itu. Weh ini kok instansi yang berwenang soal paten di Indonesia justru membantu dan mengesahkan pengambilan milik publik itu.

Ibaratnya seperti mengambil rambu lalu lintas di jalan raya dan memasangnya di di gang samping rumah dan setiap orang yang mau lewat harus minta ijin dulu ( tentunya dengan membayar upeti). 

GNU dan Creative Commons

Jaman sudah jauh berubah dan terjadi pergeseran pola pikir yang luar biasa dari era industri ke era informasi. Dan hak patent adalah produk era industri yang marak akibat terjadi penemuan dan penciptaan baru menyusul penemuan mesin uap oleh James Watt yang kemudian melahirkan era industri itu.  Sadar atau tidak, patent disisi lain adalah pengekangan terhadap kemungkinan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan hidup manusia. Patent telah mengebiri laju perkembangan dunia karena hanya orang yang mampu yang dapat mengaksesnya lalu menyembunyikan "ramuan" ajaib itu untuk keuntungan sendiri. Padahal tidak satupun hasil ciptaan manusia yang sempurna, yang tidak memerlukan perbaikan dan penyempurnaan. 

Dalam banyak kasus, telah puluhan tahun orang menyesalkan kenapa banyak resep diumpetin begitu lama dan diposisikan sebagai obat mujarab penyakit tertentu padahal belakangan baru diketahui telah menimbulkan efek samping berbahaya dan berkepanjangan hanya setelah masa berlakunya paten itu habis. Padahal, zat yang menimbulkan efek samping itu bisa dengan mudah dinetralisir oleh orang lain sejak lama.

Di era informasi ini, pola pikir patent model lama (era idustrial) itu telah ditinggalkan. Bahkan masyarakat di negeri-negeri maju ( AS pelopornya) telah lama menggunakan konsep yang biasa disebut dengan GNU project yang membolehkan banyak hasil ciptaan (bahkan termasuk software terbaru) untuk bisa di "oprek" orang lain tanpa harus minta ijin penciptanya (dan gratis pula) demi memberi kesempatan sebesar-besarnya bagi penemuan dan perbaikan yang lebih maju.

Coba simak kutipan berikut ini:
The licenses for most software and other practical works are designed to take away your freedom to share and change the works. By contrast, the GNU General Public License is intended to guarantee your freedom to share and change all versions of a program--to make sure it remains free software for all its users. We, the Free Software Foundation, use the GNU General Public License for most of our software; it applies also to any other work released this way by its authors. You can apply it to your programs, too.

Proyek GNU, diucapkan "guh-noo", diluncurkan pada tahun 1984 untuk mengembangkan sebuah sistem operasi seperti UNIX yang terdiri dari perangkat lunak bebas: Sistem GNU. 

Proyek GNU berhubungan erat dengan filosofi tentang perangkat lunak bebas, yang merupakan pusat untuk proyek lain yang berinduk darinya, seperti Ubuntu

Nama Ubuntu diambil dari nama sebuah konsep ideologi di Afrika Selatan. “Ubuntu” berasal dari bahasa kuno Afrika, yang berarti “rasa perikemanusian terhadap sesama manusia”. Ubuntu juga bisa berarti “aku adalah aku karena keberadaan kita semua”. Tujuan dari distribusi Linux Ubuntu adalah membawa semangat yang terkandung di dalam Ubuntu ke dalam dunia perangkat lunak.

Proyek Ubuntu berkomitmen penuh kepada prinsip pengembangan perangkat lunak open source; masyarakat dianjurkan untuk menggunakan perangkat lunak open source, memperbaikinya, dan menyebarkannya. Ini berarti bahwa Ubuntu adalah dan akan selalu bebas biaya.

Namun, ini lebih dari sekedar tersedia dengan biaya nol. Filosofi dari perangkat lunak bebas adalah masyarakat harus bebas untuk menggunakan perangkat lunak untuk semua tujuan "yang berguna secara sosial". "Perangkat lunak bebas" tidak hanya berarti bahwa Anda tidak harus membayar untuk mendapatkannya, perangkat lunak bebas juga berarti bahwa Anda dapat menggunakan perangkat lunak sesuai yang Anda inginkan: kode untuk membangun perangkat lunak tersedia untuk di-download, diubah, diperbaki dan digunakan oleh siapapun. Jadi selain dari kenyataaan bahwa perangkat lunak bebas sering tersedia tanpa biaya, kebebasan ini juga memberikan keuntungan teknis: ketika program tersebut dikembangkan, hasil kerja keras orang lain dapat digunakan dalam program Anda. Dengan perangkat lunak tidak bebas, hal ini tidak dapat terjadi dan ketika Anda ingin mengembangkan program, Anda harus memulainya dari awal. Untuk alasan ini pengembangan perangkat lunak bebas dapat terjadi dengan cepat, efisien dan menyenangkan!

Anda dapat menemukan informasi lebih lanjut mengenai filosofi dari perangkat lunak bebas disini.

Nah lho, itu perangkat lunak lho yang biasanya berharga sangat mahal saja dikasih bebas dan boleh dioprek! Jadi, jangan heran jika saat ini anda menggunakan Google Account, anda juga akan mendapatkan puluhan fasilitas gratis yg dulu kita harus membelinya jika ingin memakainya. Ilmu pengetahuan memang selayaknya bebas, demi kemaslahatan dan kemajuan manusia.

Lalu ada lagi ini!. Pernah dengar tentang Creative Commons?

Creative Commons adalah bentuk baru lisensi menyusul berkembangnya konsep GNU, yang memungkinkan orang saling berkolaborasi menciptakan sesuatu secara sinergis menghasilkan jauh lebih besar daripada dikekepin sendiri) tanpa harus dibatasi dengan hak cipta tradisional era industrial itu.

Contohnya: Seorang penyair Inggris bisa mengolaborasi syair indah yang dibuatnya ke dalam aransemen musik instrumen yang dibuat oleh kelompok pemusik di Argentina yang tak bisa berbahasa Inggris, lalu terciptalah lagu berbahasa Inggris yang menyebar secara global. Kedua pihak akan meraih untung yang jauh lebih besar daripada harus bekerja sendiri-sendiri. 

Share, Remix, Reuse — Legally

Creative Commons provides free tools that let authors, scientists, artists, and educators easily mark their creative work with the freedoms they want it to carry. You can use CC to change your copyright terms from "All Rights Reserved" to "Some Rights Reserved."

We're a nonprofit organization. Everything we do — including the software we create — is free.

The Spectrum of Rights

Creative Commons defines the spectrum of possibilities between full copyright — all rights reserved — and the public domain — no rights reserved

Our licenses help you keep your copyright while inviting certain uses of your work —  a “some rights reserved” copyright

Seperti biasa, untuk urusan yang begini Indonesia selalu tertinggal sehingga sampai saat ini belum mendaftar sebagai peserta CC - Creative Commons. Lihat daftar CC International disini
Meski begitu secara individu saya dan blog ini telah terdaftar sebagai peserta Creative Commons License dengan kode  The content of the materials owned by Hillon I. Goa are licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License.Silakan lihat di Home blog ini . Oleh karena itu anda boleh secara bebas mendownload materi-materi saya tanpa perlu ijin dan gratis pula. Lho, apa tidak rugi dan takut disaingi?

Weh, ilmu itu tak akan habis dan saya sadar hasil kerja saya tidak sempurna meski saya telah bekerja sebaik mungkin. Disamping itu jika ada yang menyempurnakannya akan menjadi lebih baik bagi orang banyak. Seperti sebuah lagu, akan semakin merdu dan enak didengar sesuai selera jamannya.

Dan kalau yang menyaingi hanya mengcopy saja tanpa tambahan kreatifitas didalamnya tentu akan seperti penyanyi yang mencoba menyanyikan kembali lagu orang lain. Pasti Sumbang dan tak semerdu aslinya.

Jadi, kalau sampai sekarang kita masih menggunakan mind set soal hak cipta ala tradisional itu jangan heran kalau sekarang mana ada anak muda yang suka dengerin lagu kroncong, nonton wayang kulit, main ketoprak dan menyanyi lagu Rasa Sayange (Lucunya, begitu orang lain menyanyikannya kita ribut kebakaran jenggot, dilain pihak kita mengaku wayang dan dangdut itu milik kita. Coba deh cek dari mana asalnya..sementara pemilik aslinya tidak kebakaran jenggot padahal mereka punya jenggot yang tebal dan lebih panjang)

Kembali ke soal surat bernada teguran dari merek Mind Setting diatas, tentu anda sudah bisa menilai sendiri. 'Ari gini' masih punya mind set seperti itu?

Mungkin ada baiknya mereka melakukan mind Setting lagi soal mind setting sebelum mengajarkan Mind Setting kepada orang lain. 


No comments:

Post a Comment

Silakan menuliskan komentar anda di kolom yang tersedia dibawah ini